Selasa, 22 Januari 2013

Pahit-Manis "Rivers and Roads"

Pahit-manis, atau bittersweet, adalah paduan rasa yang menurut saya paling lezat. Pahit-manis bukan hanya rasa yang bisa dikecap lidah, namun juga dapat diindera dalam jiwa. Lidah saya sudah akrab dengan rasa pahit-manis yang kuat ada di dalam jenis cokelat favorit saya, dark chocolate 80%. Pahit-manis juga ada di dalam perasaan yang selalu saya dapatkan setiap mengalami sebuah perpisahan.

Rasa bittersweet-nya perpisahan terangkum dalam lagu “Rivers and Roads”. “Rivers and Roads” adalah salah satu single dari band indie beraliran folk-pop asal Seattle, The Head and The Heart. Lirik lagu yang dikeluarkan tahun 2010 ini bercerita tentang perpisahan yang tidak terhindarkan karena tuntutan hidup yang harus terus berjalan. Josiah Johnson sang vokalis pun melantunkannya dengan kord gitar yang sederhana dan tempo yang jauh dari terburu-buru, seolah ingin menekankan makna setiap kata. Ketika lagu beranjak menjadi senandung, ketika itu lah kamu akan bertanya-tanya mengapa hati kamu seperti ada yang meremas dari dalam. Sebuah lagu yang amat tepat mengiringi montage adegan penguras emosi dalam sebuah film, persis apa yang para pembuat serial TV Chuck lakukan. Rangkaian adegan perjalanan cinta dua tokoh utama dalam episode terakhir Chuck tidak akan semudah itu mengaduk perasaan saya tanpa bantuan lagu ini.


Saya jadi teringat kisah seseorang yang hidupnya diwarnai lagu tersebut sekaligus dibumbui rasa pahit-manis. Gala, sebut saja namanya begitu. Ia menjalin pertemanan erat dengan beberapa orang yang sangat ia sayangi, bahkan sampai jatuh cinta kepada salah satu di antaranya. Sayang, cinta Gala bertepuk sebelah tangan.

Gala menyukai “Rivers and Roads” karena menyenangi luapan emosi yang seolah lagu ini tuangkan ke dalam jiwanya. Ia akan memejamkan matanya saat mendengar lagu ini, terutama di bagian saat Charity Rose Thielen melirihkan bagian “Rivers and roads, Rivers and roads, Rivers 'til I reach you,” dengan lembut, seperti seorang ibu yang sedang menidurkan bayinya. Gala tidak pernah menceritakan kesukaannya akan lagu ini kepada siapa pun karena ia ingin lagu ini tetap menjadi spesial setiap ia mendengarnya.

Gala sangat menghargai dan menyayangi teman-teman dekatnya. Ketika tiba saat mereka harus berpisah, Gala merasa tidak rela. Ia ingin selalu berada di dekat mereka selamanya. Sampai suatu hari, orang yang Gala cintai membawakan lagu ini di hadapannya.

Tentu dia tidak membawakan lagu ini untuk Gala. Dia hanya memainkannya semata dengan gitarnya. Namun, Gala tertegun. Ia tidak pernah menyangka orang tersebut mengetahui lagu ini, bahkan sampai bisa memainkannya. Gala mengawasi orang yang tidak membalas cintanya ini menyelesaikan lagunya.

A year from now we'll all be gone
All our friends will move away
And they're going to better places
But our friends will be gone away

Berbagai pertanyaan berkecamuk di dalam diri Gala. Mengapa ia tidak bisa terus bersama sahabat-sahabatnya, mengapa perjalanan hidup harus memisahkan mereka, mengapa orang ini tidak bisa punya perasaan yang sama dengannya—

Nothing is as it has been
And I miss your face like hell
And I guess it's just as well
But I miss your face like hell

Gala tahu ia akan amat sangat merindukan mereka. Jika perpisahan ini memang perlu, apakah ia masih bisa bertemu dengan mereka lagi?

Been talking 'bout the way things change
And my family lives in a different state
If you don't know what to make of this
Then we will not relate
So if you don't know what to make of this
Then we will not relate

Tapi hidup memang harus terus berjalan, berubah, dan maju. Kendali hidup Gala ada di tangannya, dan mau dibawa ke mana hidupnya itu semua terserah ia. Ia bisa saja memarkir hidup itu di tempat yang sama selamanya, atau membawanya ke arah yang akan membuatnya berkembang. Meski pun itu berarti ia harus pindah ke kota lain, menjalin relasi dengan orang-orang asing, dan memulai hidup dari nol lagi.

Rivers and roads
Rivers and roads
Rivers 'til I reach you…

Sesuatu di dalam diri Gala tersadar. Ketika mencapai bagian ini, Gala siap mengucapkan perpisahan, pada sahabat-sahabatnya, dan pada cinta tidak terbalasnya. Dan saat lagu usai, Gala tahu bahwa ia mampu untuk pergi tanpa harus melupakan mereka. Lagu ini, tekadnya, akan ia jadikan memorial. Setiap mendengarnya, ia akan mengecap kembali manisnya kenangan yang pernah ia bagi dengan orang-orang terdekatnya. Di saat yang sama, ia akan menikmati rasa pahit kenyataan bahwa semua sudah dan harus berubah, tidak sama seperti dulu, dan tidak akan ada lagi kenangan baru yang dibuat bersama mereka.

Kisah di atas mungkin tidak dialami semua orang, namun untuk saya kisah itu mampu menggambarkan apa adanya kehidupan. Mungkin life is like a box of chocolate, seperti yang Forrest Gump pernah celetukkan, tapi saya lebih memilih menyebut hidup seperti sebuah dark chocolate yang rasanya bittersweet. Bittersweet, menurut definisi Merriam-Webster, adalah “pleasure alloyed with pain”. Rasa nikmat yang berpadu dengan rasa sakit, atau rasa pahit yang membaur dengan manis. Kedua rasa itu ditakdirkan untuk ada bersamaan. Mereka akan saling melengkapi untuk membuat hidup begitu kaya, dan tentunya, lezat.


Kamis, 17 Januari 2013

3 Film Penghangat Dinginnya Musim Hujan


Kamu nggak akan menemukan film-film romantis atau komedi romantis standar di daftar ini. Bukannya saya nggak suka, tapi saya sekarang lebih memilih beberapa film yang saya anggap ceritanya yang sederhana namun berbeda dari biasanya, dan tidak melulu menampilkan soal cinta yang berlebihan dan klise. Itu akan saya muat di entri lain, kayaknya. Untuk sekarang saya akan coba ngomongin film-film yang lebih jarang dibahas.

Judul-judul film berikut ini sanggup meninggalkan kesan mendalam di hati dan senyum berkepanjangan di wajah saya seusai menontonnya. Tambah dengan minuman hangat dan cemilan favorit, maka kamu telah mendapatkan teman yang paling tepat di kala derasnya hujan di luar jendela kamar.

  1. Dan in The Real Life (2006)
    Peter Hedges

Dan (Steve Carell) adalah duda dengan tiga anak gadis yang beranjak dewasa. Profesinya sebagai penulis kolom konsultasi hubungan keluarga nampaknya tidak membantunya dalam menjalani kehidupannya sendiri, karena sang ayah dan anak-anaknya ini sulit untuk bisa saling memahami. Ketika keluarga ini pergi mengunjungi orang tua dan saudara-saudara Dan, Dan bertemu Marie (Juliette Binoche) di sebuah toko buku dan langsung merasa adanya chemistry yang lekat di antara mereka. Dan, yang kentara tengah kesengsem, kemudian pulang dan menceritakan pertemuan itu kepada keluarganya, hanya untuk menyadari bahwa Marie adalah pacar baru Mitch (Dane Cook), adiknya. Ngik ngok.

Textbook definition of awkward.
Dan dan Marie memang sepakat untuk merahasiakan apa yang terjadi di antara mereka sebelumnya, tapi ternyata itu nggak semudah yang disangka. Banyak banget kejadian menggelitik yang ditimbulkan oleh usaha menutupi ketertarikan di antara keduanya, baik dari satu sama lain maupun dari mata keluarga Dan.

Memorable Scenes:
Adegan senam pagi dan sarapan pancake bikin saya ngakak.


2.      Lars and the Real Girl (2007)
         Craig Gillespie


Ryan Gosling berperan jadi Lars, seorang pemuda relijius, pemalu, dengan sifat penolong dan tutur kata yang lemah lembut. Dari awal memang terkesan ada sesuatu yang aneh dari dirinya, antara lain tergambar dari penolakan terus menerusnya atas ajakan kakak iparnya, Karin (Emily Mortimer), untuk makan bersama. Gus (Paul Schneider), kakak Lars yang juga suami Karin, meyakinkan istrinya bahwa Lars baik-baik saja. Sampai suatu hari, Lars  memperkenalkan kekasihnya, Bianca. Gus dan Karin mungkin akan lega, kalau saja si Bianca ini bukanlah sebuah sex doll yang tubuh, wajah, sampai detail anatominya sama persis dengan manusia.
Setidaknya bukan boneka Chucky...
 Di balik tema yang terkesan nyeleneh ini, Lars and the Real Girl sebenarnya sebuah film sederhana namun amat menyentuh. Lars benar-benar memperlakukan Bianca layaknya manusia; dia berbicara padanya seolah ia bisa menyahut, bahkan membelikannya kursi roda agar Bianca (yang ceritanya “lumpuh”) bisa Lars bawa kemana-mana dan kenalkan dengan para penduduk kota tempatnya tinggal. Kita bisa lihat bagaimana kebaikan hati Lars telah menjangkau masyarakat sekitarnya ketika mereka semua bekerja sama untuk menerima Bianca, dan sekaligus Lars, apa adanya. Sementara itu, Lars yang tadinya takut intimasi dan sangat menutup diri dari orang lain perlahan makin terbuka dan menikmati keberadannya.

Memorable Scenes:
Rangkaian adegan yang menggambarkan penerimaan orang-orang sekitar Lars terhadap sosok Bianca cukup membuat trenyuh. Pun ketika Lars berinteraksi dengan Bianca dengan caranya sendiri, seperti membacakan cerita untuknya, atau berdansa dengannya. Khususnya, ketika Lars dan Bianca sedang berdua di tepi danau, memandang air dalam diam, sampai akhirnya Lars mencium Bianca untuk pertama kalinya...
  
3.      Spirited Away (2001)
         Hayao Miyazaki


    Chihiro, gadis kecil berumur 10 tahun yang bertemperamen tinggi, harus pindah bersama keluarganya ke tempat baru dan meninggalkan teman-temannya. Ia kemudian tersesat di dunia roh setelah ayah dan ibunya secara tidak sengaja menghabiskan makanan persembahan untuk dewa dan berubah menjadi dua ekor babi. Sadar dia tidak bisa pulang ke dimensi manusia begitu saja, Chihiro tinggal dan bekerja di tempat pemandian para roh berkat petunjuk seorang anak laki-laki misterius bernama Haku, sembari mencari cara untuk mengembalikan kedua orang tuanya ke bentuk semula.

Yap, kita juga akan bereaksi kurang lebih sama.
Sepintas film ini terdengar serupa seperti cerita petualangan komik anak-anak biasa, apalagi ini film kartun. Tapi untuk yang pada belum nonton, saya sarankan untuk nonton sekarang juga dan buktikan bahwa itu salah. Nggak ada yang nggak bisa disukai dari film ini (ngomong-ngomong, penggunaan double negative tadi pasti akan bikin dosen saya mengerenyit), karena semua elemennya berpadu dengan amat apik. Pada awalnya, ceritanya mungkin terasa aneh. Namun lambat laun, rasa kagum dan haru-lah yang akan tinggal. Pendirian Chihiro yang keras ternyata banyak membantunya untuk bertahan di dunia roh dengan penghuninya yang serba ganjil dan seram (serius, jago kalau kamu nggak merinding melihat tampang-tampangnya).

Memorable Scenes:
Kasih sayang yang terjalin antara Haku dan Chihiro bener-bener bikin hati saya adem. Tulus banget. Apalagi adegan dekat akhir film, ketika Haku menyadari masa lalunya ada kaitannya dengan Chihiro, paling nggak bisa lah membuat air mata menggenang. Mau lebih hangat lagi? Tonton sampai ending credits selesai dan resapi ­soundtrack-nya.



Ketiga film di atas, menurut saya, menggambarkan kasih yang sederhana. Meskipun mungkin bukan itu tema utama mereka, namun saat usai diputar kamu akan menyadari bahwa kasih sayang itu bisa terjalin di mana saja, antara siapa saja.