Tampilkan postingan dengan label to love. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label to love. Tampilkan semua postingan

Jumat, 27 Desember 2013

Bocah!

Mari membayangkan bersama kalau kita benar-benar bersama.

Kita tidak sempurna, jauh dari sempurnya, seperti juga saya yang kadang tidak tahan melihat ketidaksempurnaan kamu, Kamu juga pasti begitu. Membayangkan yang lain. Kulit putih halus mungkin. Badan mungil. Mata bulat. Bibir tebal. Atau senyum manis ceria. Yang bukan saya. Yang saya tidak punya. Yang membuat saya bukan yang kamu inginkan.

Memangnya kamu yang saya inginkan? Ya tidak juga sih. Kamu harusnya lebih sering mandi. Lebih memperhatikan kebersihan tubuh kamu seperti dulu waktu itu saya belum kenal kamu tapi terlanjur menggilai. Kamu harusnya jangan makan terlalu banyak. Kamu harusnya ganti model kacamata. Kamu harusnya jangan bercukur. Kamu harusnya jangan terlalu banyak pikiran.

Kenapa juga coba kamu harus banyak pikiran? Memang tanggung jawab kamu apa sih? Siapa sih? Ada saya lho di sini. Serasa sudah seabad siap untuk mendengar dan menemani kamu. Itu juga sudah saya bilang ke kamu berkali-kali kan ya? Kamu masih belum bisa percaya saya. Atau mencoba mengizinkan hati kamu untuk menerima saya, baik kesiapan saya mau pun ketidaksempurnaan saya. Sementara saya, yang juga merasa belum siap menerima kamu, sudah pernah mengecangkan niat untuk belajar, Belajar untuk bisa memaklumi, mentoleransi, dan menyayangi bagaimana pun kamu. yang bau, dekil, besar, dan penuh ketidakpercayaan pada orang. Saya sudah mau untuk berusaha untuk bisa kamu terima dan sayangi, kalau saja kamu juga mau mencoba memberi saya kesempatan.

Sekarang waktunya berandai-andai.

Kita bersama. Saya senang. Tapi, saya tidak tahu kamu senang juga apa tidak. Kamu belum lulus tapi tidak apa-apa untuk saya, kamu masih bisa saya banggakan. Kamu, sialnya, sepertinya tetap luar biasa kikuk untuk membanggakan saya. Kamu tidak tahu apa yang kamu harus lakukan, apa yang kita lakukan, sekarang mau pun akan. Sedangkan saya tidak mau memaksa, tidak peduli seingin apa pun saya. Sering saya benci dan mual. Namun saya lebih sering kangen dan ingin kamu ada walau bukan secara fisik tapi seperti yang pernah saya katakan ke kamu waktu itu: “Kamu bisa bikin saya tenang”. Dan itu bukan gombal. Sudah sering terbukti.

Tapi saya di mata kamu apa ya? Bahkan kalau pun kita menyebut diri bersama, kamu memang bisa sayang sama saya? Saya yang sudah pasti belum bisa membuat kamu terpesona seperti yang lainnya. Kamu memang bisa bilang saya cantik? Saya ragu. saya, di sisi lain, akan selalu menganggap fisik kamu bagus, walau mungkin sebenarnya tidak. Karena hati saya yang melihat kamu, bukan mata. Bisa tidak, kamu bilang kamu senang berada dekat saya? Bisa tidak, kamu bilang saya berarti untuk kamu lebih dari siapa pun yang pernah kamu sebut berarti? Sepertinya tidak ya. Tidak mungkin. Kamu bukan orang yang ada di kepala saya yang selama ini saya harapkan nyata. Kamu ya begitu itu, dan cuma diri kamu yang menentukan apakah kamu akan menjadi sosok itu, itu pun hanya kalau kamu punya perasaan yang sama besarnya dengan saya.

Itu bisa saja sih. Tapi saya menolak percaya, karena penyangkalan jauh lebih mudah dibandingkan dengan harapan yang ditutup oleh kekecewaan.

Rabu, 11 September 2013

Cinta Sejati

Saya seharusnya menulis setiap hari.

Menulis itu seperti kekasih saya yang telah lama terlupakan; setia menunggu di sebuah sudut bersarang laba-laba yang selalu saya lewati tapi saya abaikan. Semacam tahu keberadaannya tapi tidak diindahkan. Saya pikir, toh dia akan selalu beada di sana. Meskipun jarang ditengok, dia akan selalu ada. Nggak akan kemana-mana.

Menulis itu cantik. Dan dia selalu membuat saya nyaman. Mungkin tidak selalu memberi damai – sering sih, tapi tidak selalu – tapi nyaman, iya. Parasnya berubah sesuai apa yang saya rasa. Tapi dia tidak pernah buruk di mata saya.

Menulis kadang membuat saya menangis karena sedih, geli karena bahagia, atau malah sebaliknya: geli karena sedih, menangis karena bahagia. 

Menulis selalu ada, tidak pernah memaksa saya untuk menengoknya, namun ketika saya mendekat dia akan mengangkat kepalanya penuh sukacita dan tersenyum, manis sekali, sampai saya tidak mau beranjak dari sana. Tapi kadang saat saya tidak tahu lagi kata apa yang bisa saya sampaikan padanya, saya pergi, meskipun sering lama saya pandangi dirinya dengan rasa hangat yang kuat dalam hati.

Menulis akan selalu ada untuk saya. Dia akan selalu cantik dan indah. Dan saya akan selamanya 
mengaguminya.

Saya ingin selalu bersamanya, jika saja kenyataan hidup tidak terlanjur menawan saya dalam selnya.

Menulis, sampai kapan pun, adalah cinta sejati saya.